Karma Perselingkuhan Dibayar Kontan! Nasib Komedian Kondang Ini Mengaku Sepi Job dan Istri Barunya Harus Banting Tulang Demi Sambung Hidup


Seolah tuai karma instan, dulu nekat selingkuh karena cinta lokasi, pasangan selebritis ini harus terima nasib lantaran kini sepi job dari layar kaca.

Masih ingatkah Anda pada sosok komedian Tora Sudiro dan Mieke Amalia?

Keduanya dulu merupakan aktor dan aktris kondang setelah namanya melambung dalam acara Extravaganza.

Dari Extravaganza pula Tora Sudiro akhirnya menjalin hubungan asmara dengan Mieke Amalia, padahal saat itu dirinya masih berstatus suami orang.

Bahkan tersiar kabar bahwa Tora Sudiro dan Mieke Amalia sempat kumpul kebo tanpa pernikahan selama 2 tahun.

Kini, bak menuai karma, kehidupan rumah tangga Tora Sudiro dan Mieke Amalia menjadi sorotan.

Dikutip dari Grid Hype, Tora Sudiro mengaku kini sedang sepi job untuk tampil di layar kaca.

Imbasnya, Mieke Amalia yang sedang sibuk mencari uang dengan menjalani syuting stripping sinetron Dunia Terbalik.

Tora Sudiro tak menyangkal bahwa dirinya sudah jarang mendapat panggilan untuk tampil di TV lantaran media tontonan yang berubah ke arah digital.

Hal ini ia sampaikan kepada Sule.

“Iya arahnya sekarang ke situ, acara TV habis enggak ada yang manggil juga,” ucap Tora Sudiro.

Menanggapi pernyataan Tora, Sule mengaku bahwa ia juga merasakan hal yang sama.

Namun, ia meminta Tora untuk bersabar mengingat ada banyak artis pendatang baru yang lebih naik daun saat ini.

“Sama (tak ada panggilan TV) tenang, sabar karena sudah banyak persaingannya karena era sudah digital.

Yang kayak televisi-televisi sudah berpikir mendigitalkan. SCTV sudah digital jadi gitu aja yang penting ada kerjaan,” tutur Sule.

Saat Sule menyambangi kediaman Tora Sudiro, Sule tak melihat sosok Mieke Amalia lantaran sedang syuting.

Dari situ, Tora pun mengatakan bahwa kehidupannya saat ini juga tengah ‘terbalik’ lantaran istrinya harus banting tulang mencari nafkah.

“Mungkin karena itu juga doanya, gue selalu mendoakan semoga Dunia Terbalik panjang. Benar-benar terbalik dunia kita sekarang, jadi kebawa,” ujar Tora dengan nada kelakar.

Menanggapi hal itu, Sule mengatakan Tora Sudiro dan Mieke Amalia sudah saling mengerti satu sama lain.

“Pak Tora dan Teh Mieke mah sudah saling asyik kayaknya mah ya,” ucap Sule.

“Sudah santai, perjuangannya terlalu berat di awal kita,” kata Tora Sudiro menanggapi pernyataan Sule.

Tora Sudiro menegaskan, kehidupannya saat ini baik-baik saja dengan lima anak yang melengkapi keluarga mereka.

Meskipun saat ini Tora lebih banyak di rumah dan Mieke yang lebih sibuk bekerja untuk mencukupi kebutuhan keluarga.

Ini Alasan Anak Pertama Dilarang Menikah Dengan Anak Ketiga. Mitos Atau Fakta?

Mendengar kata pernikahan mungkin sekilas kita akan membayangkan tentang sepasang kekasih yang akan berbahagia menjalani kehidupan baru mereka dalam berumah tangga.

Nyatanya, pernikahan tak semudah itu meskipun biaya nikah di Kantor Urusan Agama (KUA) tidak sampai jutaan. Perkara terbesarnya adalah menemukan jodoh. Modal dan restu itu udah ada, tapi jodoh nggak ada kan repot.

Selain jodoh, ada lagi perkara besar, terutama dalam adat Jawa yang selalu mempertimbangkan segala sesuatunya atau sering dikenal dengan ajaran jawa.

Termasuk aturan dalam pernikahan yang mengatakan bahwa anak pertama dilarang menikah dengan anak ketiga.

Mitos ini ternyata memang sudah lama dipercaya oleh masyarakat adat Jawa. Konon, yang melanggar aturan tersebut akan tertimpa oleh hal-hal yang buruk. Berikut ini alasan tentang mitos tersebut yang akan dibahas oleh oralucu.com

1. Perekonomian Akan Sulit
pernikahan tersebut diprediksi akan sangat kesulitan dalam masalah ekonomi. Apa pun usaha yang mereka lakukan dalam mencari rezeki biasanya lebih sering gagal dibandingkan berhasilnya.

Sehingga perekonomian keluarga menjadi sangat sulit. Padahal, setiap rezeki itu sudah ada yang mengatur, kalaupun gagal mungkin usahanya kurang maksimal.

2. Sering Terjadi Konflik
secara psikologis anak pertama dan ketiga sudah memiliki sifat yang bertolak belakang sehingga mereka tidak dianjurkan untuk berada dalam ikatan pernikahan.

Anak pertama konon cendurung lebih dewasa, menjadi patokan bagi adik-adiknya, hingga memiliki jiwa pemimpin.

Sementara itu, anak ketiga memiliki sifat yang sebaliknya. Mereka cenderung lebih manja, sulit untuk diatur atau bahkan suka semaunya sendiri karena merasa semua keinginannya harus bisa tercapai.

Oleh karena itu, bila mereka berumah tangga, maka perselisihan akan terus terjadi bila keduanya tidak bisa saling menghargai perbedaan karakter tersebut.

3. Dapat Berujung Kematian
Mitos yang terakhir mungkin terdengar sangat mengerikan. Pasalnya, bila pernikahan tersebut tetap dijalankan, maka akan ada sanak saudara terdekat yang tertimpa musibah berat.

Salah satunya adalah kematian yang sebenarnya akan dialami oleh setiap orang. Hal ini adalah mitos terberat bagi para calon pengantin adat Jawa.

Bahkan, bisa saja mereka akan membatalkan pernikahannya karena percaya dengan mitos ini dan nggak mau kehilangan orang-orang yang mereka sayangi.

Mana yang Lebih Wajib Bagi Istri? Taat Kepada Orang Tua ataukah Sang Suami?

Bagaimanakah hukumnya seorang istri yang lebih menaati orangtuanya daripada suaminya? Apakah bisa digolongkan sebagai istri durhaka?

Lebih utama mana antara menghormati ibu dan suami? Apakah tidak bertentangan dengan sabda Rasulullah yang berbunyi: Siapa yang harus dihormati, ibumu, ibumu, ibumu, baru bapakmu?

Bagi seorang wanita yang belum menikah maka orang tua lebih berhak untuk ditaati. Namun ketika ia telah menikah maka taat kepada suami merupakan kewajiban yang lebih diutamakan melebihi orang tuanya. Ketaatan yang dimaksud di sini tentu saja bukan hal yang berhubungan dengan perkara maksiat. Sebagaimana sabda Nabi:

لا طاعة لمخلوق في معصية الخالق

“Tidak ada kewajiban taat kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Al Khaliq (Maha Pencipta). (HR. Bukhari no. 6830, Muslim no. 1840 dan Nasai no. 4205).

Apabila ketaatakan kepada suami berseberangan dengan ketaatan kepada orang tua, maka bagi seorang wanita (istri) muslimah wajib mendahulukan ketaatan kepada suaminya. Imam Ahmad berkata tentang wanita yang memiliki suami dan seorang ibu yang sedang sakit: “Ketaatan kepada suaminya lebih wajib atas dirinya daripada mengurusi ibunya, kecuali jika suaminya mengizinkannya”.

Seperti pada kisah berikut ini, dimana meskipun sang suami melarang istri untuk menjenguk ayahnya. Ia pun tetap menurutinya karena memang kewajiban istri adalah menuruti keinginan suaminya. Sebuah kisah, dimana suatu saat, dalam sebuah riwayat dari Anas bin Malik dikisahkan tatkala sahabat bepergian untuk berjihad, ia meminta istrinya agar tidak keluar rumah sampai ia pulang dari misi suci itu.

Di saat bersamaan, ayahanda istri sedang sakit. Lantaran telah berjanji taat kepada suami, istri tidak berani menjenguk ayahnya.

Merasa memiliki beban moral kepada orang tua, ia pun mengutus seseorang untuk menanyakan hal itu kepada Rasulullah. Beliau menjawab, “Taatilah suami mu.” Sampai sang ayah menemui ajalnya dan dimakamkan, ia juga belum berani berkunjung.

Untuk kali kedua, ia menanyakan perihal kondisinya itu kepada Rosulullah, dan Jawaban yang sama ia peroleh, “Taatilah suami mu.”

Selang berapa lama, Rasulullah mengutus utusan kepada sang istri tersebut agar memberitahukan kabar, bahwa Allah telah mengampuni dosa ayahnya berkat ketaatannya pada sang suami.

Kisah yang dinukil oleh at-Thabrani, setidaknya menggambarkan tentang bagaimana seorang istri bersikap.

Manakah hak yang lebih didahulukan antara hak orang tua dan hak suami, tatkala perempuan sudah menikah. Bagi pasangan suami istri, kedua hak itu kerap memicu kebingungan dan dilema.

Menurut Syekh Yusuf al-Qaradhawi dalam kumpulan fatwanya yang terangkum di Fatawa Mu’ashirah bahwa memang benar, taat kepada orang tua bagi seorang perempuan hukumnya wajib.

Tetapi, kewajiban tersebut dibatasi selama yang bersangkutan belum menikah. Bila sudah berkeluarga, seorang istri diharuskan lebih mengutamakan taat kepada suami.

Meski demikian, kewajiban menaati suami bukan berarti harus memutus tali silaturahim kepada orang tua atau mendurhakai mereka.

Seorang suami dituntut mampu menjaga hubungan baik antara istri dan keluarganya. Ikhtiar itu bisa dengan kemajuan teknologi seperti, menyambung komunikasi lewat telepon misalnya.

Al-Qaradhawi menambahkan, di antara hikmah di balik kemandirian sebuah rumah tangga ialah meneruskan estafet garis keturunan. Artinya, keluarga dibentuk sebagai satu kesatuan yang utuh tanpa ada intervensi pihak luar.

Ia menyebutkan, beberapa hadis lain yang menguatkan tentang pentingnya mendahulukan ketaatan istri kepada suami dibandingkan orang tua.

Hadis yang diriwayatkan oleh al-Hakim dan ditashih oleh al-Bazzar.

“Aisyah pernah bertanya kepada Rasulullah, hak siapakah yang harus diutamakan oleh istri? Rasulullah menjawab, “(Hak) Suaminya.” Lalu, Aisyah kembali bertanya, sedangkan bagi suami hak siapakah yang lebih utama? Beliau menjawab, “(Hak) Ibunya.”

Jadi kesimpulannya adalah jika seorang wanita telah menikah maka kepatuhan terhadap suami lebih utama ketimbang orang tua. Dan bagi seorang lelaki meski ia sudah menikah maka kepatuhan terhadap orang tua tetap lebih utama tanpa mengesampingkan urusan rumah tangganya.

Wallahu a’lam.