Muak, anak Pendeta Saifuddin muncul mohon-mohon tobat: Mau di neraka atau surga…


Meski sudah luntang-lantung di negeri orang karena dikejar FBI, Pendeta Saifuddin nyatanya masih terpantau aktif memproduksi konten YouTube yang kerap menyerang umat Islam hingga memantik kegaduhan di masyarakat.

Engap dengan kelakuan sang ayah yang tak ada hentinya memicu perpecahan umat beragama, anak Pendeta Saifuddin, yakni Murteza Muhammad Fikri akhirnya buka suara.

Anak Pendeta Saifuddin muncul dalam unggahan video di akun TikTok @hamba_tuhan_2 dan memohon-mohon agar sang ayah berhenti dan segera bertanggung jawab atas kelakukannya selama ini.

“Untuk ayahku yang ada di Amerika, lebih baik papah berhentilah. Cepat atau lambat papah harus menyerah dan mempertanggungjawaban perbuatan papah pada seluruh umat muslim yang ada di dunia,” ucap Murteza dalam video TikTok dilansir Hops.ID dari Suara.com pada Senin, 18 April 2022.

Khawatir melihat sang ayah leluasa membuat keonaran karena menghina Islam, Murteza pun meminta untuk menyudahinya.

“Janganlah bikin onar lagi, karena kalau papah bikin onar terus, kemungkinan itu hanya akan mempersingkat hidup papah aja,” kata Murteza.

Bahkan, Murteza tak segan mengingatkan sang ayah tentang pertimbangan kehidupan di akhirat. Karena, manusia akan dihadapkan pada pilihan untuk hidup di neraka atau surga yang tentunya didasarkan pada amal dan perilaku di dunia.

“Papah harus mempertimbangkan kehidupan kita di dunia hanya sementara, sedangkan di akhirat itu abadi. Kita bisa milih kehidupan kita di akhirat mau di surga atau neraka.”

Murtaza pun kembali memohon kepada sang ayah untuk bertobat dan segera bertanggung jawab atas semua perbuatannya yang telah meresahkan masyarakat.

“Jadi saya mohon pah, cepet-cepet bertaubat dan kembali ke Indonesia untuk mempertanggungjawabkan semua yang telah papa lakukan selama ini,” ujar Murteza.

Sebagai informasi, Saifuddin telah ditetapkan sebagai tersangka kasus penistaan agama pada 18 Maret 2022.

Penetapan itu merupakan buntut dari aksi nekat Pendeta Saifuddin yang meminta Menag Yaqut Chalil Qoumas untuk menghapus sebanyak 300 ayat dalam Alquran.

Saifuddin menganggap 300 ayat Alquran yang disebutkannya itu mengandung makna yang dapat menggiring manusia pada paham radikal.

Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Pol Dedi Prasetyo, mengatakan kalau kasus tersebut telah ditangani oleh Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri.

“Saat ini yang bersangkutan sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Siber,” kata Dedi saat dikonfirmasi Rabu, 30 Maret 2022.***

Nyali Pendeta Saifuddin menciut, takut nasibnya seperti M Kece: Saya sudah keterlaluan ngomong…

Pendeta Saifuddin nampaknya kian merasa ketakutan dengan proses hukum yang akan dihadapinya nanti. Terlebih, sejak ia mendengar bahwa M Kece yang juga tersangka penistaan agama divonis 10 tahun penjara.

“Nah bagaimana dengan saya kalau saya balik ke Indonesia, hukuman apa yang saya terima?” tanya Pendeta Saifuddin dengan wajah cemas dikutip dari akun YouTubenya baru-baru ini.

“Karena saya sudah keterlaluan ngomong terhadap Nabi Arab itu, bukan menghina lagi. Bukan Nabi, Muhammad bukan Nabi. Muhammad itu penjahat kelamin. Nabi kok begitu,” sambungnya.

Dalam video di akun YouTube-nya itu, Pendeta Saifuddin lantas mengaku miris dengan keadilan hukum di Indonesia.

Bahkan, ia menyebut hakim yang menjatuhkan hukuman kepada M Kece itu bodoh lantaran menjatuhkan vonis seperti pada seorang teroris.

“Kok dihukum seperti teroris. Inilah titik di mana kebodohan seorang hakim,” ucapnya dikutip Hops.ID dari video YouTube Saifuddin Ibrahim berjudul ‘Semua Kecewa dengan Peradilan di Negeri Indonesia, Sabtu, 9 April 2022.

Namun di sisi lain bagi Saifuddin, hukuman yang dijatuhkan kepada Kece justru menjadi dorongan baginya untuk terus memperjuangkan keadilan di Indonesia.

“Bersyukurlah dengan hukuman 10 tahun itu. Hukuman 10 tahun ini menjadi trigger bagi saya untuk memperjuangkan keadilan di Indonesia,” katanya.

Terkait hal itu, rupanya Saifuddin mengaku siap menyerahkan diri pada polisi. Namun dengan beberapa syarat.

“Saya mau menyerahkan diri kepada polisi. Jadi saya terbang, masuk udara Indonesia, turun di Soekarno-Hatta, langsung ke Bareskrim.”

Tapi, ia takut akan adanya pemberitaan yang menyeleweng tentang kronologis penangkapannya. Saifuddin tidak ingin seolah-olah dirinya diciduk polisi saat berada di bandara.

“Tapi nanti juga saya takut. Begitu saya sampai di bandara, polisi pegang saya, katanya ketangkap di bandara. Ah, ya enggak mau saya. Enggak mau begitu saya. Saya mau menyerahkan diri,” lanjutnya.

Saifuddin lantas mencari perlindungan atas kemungkinan tersebut. Ia memohon perlindungan kepada pengacara yang bersedia untuk menjamin keamanannya langsung masuk ke kantor polisi.

“Coba gimana, ada enggak pengacara yang bisa melindungi saya langsung saya masuk ke Bareskrim?” ujarnya.

Namun, tampaknya apa yang menjadi ketakutan Saifuddin tak hanya soal itu. Ia juga mengaku khawatir tentang keamanannya dan jaminan tidak mendapatkan perlakuan kasar saat sudah masuk ke kantor polisi.

Pasalnya, ia tahu bagaimana seluk-beluk kejadian di balik dinding Bareskrim yang menurutnya mengerikan. Saifuddin bahkan berani menjamin kondisi M Kece pasca masuk Bareskrim langsung mendapat siksaan dari Jenderal bintang dua Napoleon Bonaparte.

“Tetapi bisa enggak, dijamin keamanan saya di dalam tahanan Bareskrim nanti. Tidak diapa-apain? Bisa enggak? Enggak bisa. Di Bareskrim saja M. Kace itu disiksa sama Napoleon Bonaparte,” katanya.

Seperti diektahui, sosok Pendeta Saifuddin sejak beberapa waktu lalu menjadi perhatian publik lantaran berbagai penghinaan yang dilontarkannya kepada Islam hingga Nabi Muhammad SAW.

Awalnya, mantan guru Pesantren Al-Zaytun ini meminta Menteri Agama (Menag), Yaqut Cholil Qoumas, menghapus 300 ayat Al Quran yang menurutnya menjadi pemicu paham radikal.

Tak berselang lama, ia makin menjadi-jadi dalam melontarkan ujaran bernada tendensius terhadap ajaran Islam dan Nabi Muhammad SAW hingga memicu amarah publik.

Akibat ulahnya itu, Saifuddin kemudian dilaporkan oleh beberapa pihak ke polisi atas dugaan penistaan agama. ***