Begini Isi Surat Pernyataan yang Ditandatangani Butet Kertaredjasa terkait Pentas Teaternya


Budayawan Butet Kertaredjasa mengungkap isi surat pernyataan yang diserahkan aparat kepolisian untuk ditandatangani agar pementasannya bebas dari unsur politik.

Surat pernyataan tersebut dianggap sebagai bentuk intimidasi dari pihak kepolisian dalam upaya pembungkaman.

“Ini contoh blanko yang harus ditandatangani (untuk) melengkapi perjanjian,” kata Butet kepada Kompas.com, Kamis (6/12/2023).

Dalam blanko surat pernyataan tersebut, orang yang menandatangani harus mengisi nama, alamat, tempat dan tanggal lahir, serta nomor induk kependudukan (NIK).

Surat pernyataan tersebut merujuk aturan hukum sebagai berikut:

1. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2017 tentang Tata Cara Perizinan dan Pengawasan Kegiatan Keramaian Umum, Kegiatan Masyarakat Lainnya dan Pemberitahuan Kegiatan Politik.

2. Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 15 Tahun 2023 tentang Kampanye Pemilihan Umum.

3. Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 20 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 15 Tahun 2023 tentang Kampung Pemilihan Umum

“Penanggung jawab [NAMA KEGIATAN] yang dilaksanakan pada [Hari, Tanggal/Bulan/Tahun] BERKOMITMEN bahwa kegiatan tersebut tidak mengandung unsur politik,” bunyi surat pernyataan tersebut.

Dalam surat, tercantum hal-hal yang tidak boleh dilakukan dalam pementasan sebagai berikut:
1. Kampanye Pemilu

2. Menyebarkan bahan Kampanye Pemilu

3. Memasang alat peraga Kampanye Pemilu

4. Menggunakan atribut partai

5. Menggunakan atribut pasangan Bacapres dan Bacawapres maupun Bacaleg DPR/DPRD/DPD

6. Hal yang termasuk kegiatan politik lainnya.

“Jika kami melanggar ketentuan tersebut maka kami siap menerima sanksi sesuai dengan aturan-aturan hukum yang berlaku,” bunyi surat tersebut.

Sebagai informasi, dua pegiat seni penulis naskah teater Agus Noor dan seniman Butet Kertaredjasa diduga mendapat intimidasi polisi saat menggelar pertunjukan satir politik “Musuh Bebuyutan” di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, 1 Desember 2023.

Butet mengungkapkan, intimidasi dilakukan usai pertunjukan berlangsung.

Polisi disebut meminta Butet menandatangani komitmen agar pertunjukannya harus bebas dari unsur politik.

“Karena untuk pertunjukan kali ini, setelah 41 kali Indonesia kita main, baru kali ini saya harus membuat surat pernyataan tertulis kepada polisi. Bahwa saya harus berkomitmen tidak ada unsur politik di dalam pertunjukan,” ucap Butet, dikutip dari potongan video yang ditayangkan Kompas TV, Selasa (5/12/2023).

Butet kemudian menyebut intimidasi yang dilakukan anggota polisi itu seperti yang pernah terjadi pada masa rezim Orde Baru.

“Oh keren, selamat datang Orde Baru,” kata dia.

Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Susatyo Purnomo Condro menegaskan, polisi tidak melakukan intimidasi terhadap pentas teater Butet.

Ia juga membantah mengintervensi soal materi pentas tersebut.

“Sehingga tidak ada (intervensi). Kami tidak menyentuh aspek materi, apalagi perizinan,” kata Susatyo saat konferensi pers di Mapolsek Menteng, Selasa (5/12/2023).

“Perizinan sudah dibahas pada saat panitia mengajukan perizinan, sehingga kami fokus pada pengamanan kegiatan,” lanjut dia.

Selama acara, jajaran kepolisian fokus mengamankan kegiatan dan tamu-tamu yang datang.

“Kami harus menjamin bahwa kegiatan tersebut berlangsung dengan aman, baik terhadap artis pendukung, penyelenggara, (dan) penonton,” sambung Susatyo.

Soal Dugaan Intimidasi ke Butet Kartaredjasa, TPN Ganjar-Mahfud: Kemunduran Demokrasi

Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud menilai, dugaan intimidasi terhadap seniman Butet Kartaredjasa merupakan kemunduran demokrasi.

Juru Bicara TPN Ganjar-Mahfud, Chico Hakim menyatakan, praktik intimidasi tersebut seharusnya tidak dilakukan di masa Reformasi.

“Ini adalah sesuatu hal yang menurut kami dan menurut Mas Butet juga adalah kemunduran di dalam kehidupan kita berdemokrasi dan kita berharap hal hal seperti ini tidak terjadi di masa reformasi ini,” kata Chico kepada wartawan, Rabu (6/12/2023).

Chico menuturkan, salah satu tujuan reformasi yaitu menjamin kebebasan berbicara berpendapat di muka umum dan melindunginya lewat undang-undang.

Ia mengatakan, aparat kepolisian pun semestinya menjamin kebebasan tersebut, bukan malah membatasinya.

“Agar ini menjadi perhatian kita semua. dan kami berharap kapolri ke depan akan lebih bijak lagi dan mengevaluasi kerja-kerja personelnya,” ujar Chico.

Ia juga meminta polisi untuk memperbaiki prosedur administrasi yang berpotensi menimbulkan praktik intimidasi.
“Dan juga sistem sistem administrasi di kepolisian sehingga surat-surat seperti ini atau intimidasi atau hal-hal yang sifatnya represif terhadap masyarakat, apalagi budayawan dan kelompok kelompok masyarakat lain dapat ditiadakan,” kata Chico.

Diberitakan sebelumnya, gelaran pentas seni karya Butet Kartaredjasa dan Agus Noor disebut-sebut mendapat intimidasi dari pihak kepolisian.

Baca juga: Tak Revisi Naskah meski Dilarang Bicara Politik di Pentas Teater, Butet: Kalau Dianggap Melanggar, Silakan Tangkap

Pertunjukan teater bertajuk “Musuh Bebuyutan” itu digelar di Taman Ismail Marzuki, Menteng , Jakarta Pusat, Jumat (1/12/2023).

Butet mengaku diminta menandatangani surat pernyataan oleh polisi agar pertunjukannya dapat terlaksana.

“Pertunjukan kali ini setelah 41 kali kami main, baru kali ini saya harus membuat surat pernyataan tertulis kepada polisi,” ucap Butet, dikutip dari Youtube Kompas TV, Selasa (5/12/2023).

Menurut Butet, lewat pernyataan itu, ia harus berkomitmen tidak ada unsur politik di dalam pertunjukan teater itu.

“Keren! Selamat datang orde baru,” ucap Butet yang kemudian disambut teriakan penonton.

Sementara itu, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Sandi Nugrohomeminta Butet untuk melaporkan anggota Polri yang diduga mengintimidasi dirinya.

Ia menyatakan, polisi tetap netral selama masa Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.

“Polisi netral dalam kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan selama Pemilu. Apabila ada oknum dilaporkan. Jadi, kita tak usah berpersepsi, tidak usai berandai-andai,” ucap Sandi.

Butet: Selama 41 Kali Pertunjukan Baru Pertama Kali Mendapatkan Intimidasi

Budayawan Butet Kartaredjasa menceritakan intimidasi yang dialaminya dari aparat kepolisian saat menggelar pertunjukan kesenian di Taman Ismail Marzuki (TIM), Menteng, Jakarta Pusat.

“Dua hari lalu saya mencicipi satu peristiwa intimidasi dalam pertunjukan kesenian saya, tanggal 1 dan 2 November lalu,” ujar Butet di Surabaya, Rabu (6/12).

Saat menggelar pertunjukan teater bertajuk Musuh Bebuyutan itu, Butet diminta polisi menandatangani surat berisi beberapa larangan saat berada di atas panggung.

“Saya diminta menandatangani surat yang salah satu itemnya berbunyi, saya tidak boleh bicara politik, kampanye, tanda gambar, dan urusan pemilu,” katanya.

Butet mempertanyakan hal tersebut. Selama 41 kali pertunjukannya baru pertama kali mendapatkan intimidasi seperti itu.

“Kami ini diintervensi, dihambat. ini yang saya maksudkan intimidasi,” jelasnya.

Dia memang mengakui tidak ada petugas yang melakukan intimidasi secara verbal ataupun fisik. Namun, intimidasi itu dia dapatkan dari larangan berbicara terkait politik tersebut.

“Saya merasa intimidasi itu sudah membatasi ide-ide saya. Saya tidak boleh bicara politik di pertunjukan saya,” ucapnya.

Butet merasa kebingungan dengan tindakan yang dilakukan pihak kepolisian tersebut. Sebab, selama ini proses perizinan tidak berjalan rumit setelah tahun 1998.

“Aku enggak tahu (alasan intimidasi), tanya polisi, bagi saya ada keganjilan saja, aneh, kenapa harus hari ini, ketika ada sesuatu yang terang benderang mengerjai demokrasi dan konstitusi,” ungkapnya.

Butet mengaku tidak akan berhenti berkarya untuk mengekspresikan kesenian seperti apa yang ada dalam benaknya.

“Saya terus melangkah karena tidak melanggar hukum dan dijamin undang-undang dasar. Saya tidak takut karena tidak melanggar hukum. Kita hanya boleh takut kalau melanggar hukum,” pungkasnya.