Nasib Tegar Rafi Taruna STIP Penganiaya Putu Satria hingga T3w4s,Motif Penganiayaan Ternyata Sepele


Beginilah nasib Tegar Rafi Sanjaya (21), taruna Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) tersangka pemukul juniornya, Putu Satria Ananta Rustika (19) hingga tewas.

Nasib Tegar Rafi diungkap pihak Polres Metro Jakarta Utara saat konfrensi pers Sabtu (4/5/2024) malam, di Mapolres Metro Jakarta Utara.

Tegar hadir dengan mengenakan baju tahanan warna oren, memakai masker, dan tangan terborgol.

Iadigiring oleh anggota Satreskrim Polres Metro Jakarta Utara.

“Kamu baik-baik ya di dalam, jalani saja apa yang seharusnya dijalani,” kata Kombes Pol Gidion kepada Tegar.

“Siap,” kata Tegar singkat menjawab sang Kapolres.

Tegar ditetapkan tersangka dengan jeratan pasal 338 KUHP tentang pembunuhan juncto pasal 351 KUHP tentang penganiayaan berat.

Kapolres Metro Jakarta Utara Kombes Pol Gidion Arif Setyawan mengatakan, polisi menetapkan Tegar sebagai tersangka tunggal dalam kasus ini.

Pasalnya, Tegar terbukti telah melakukan pemukulan sebanyak lima kali ke arah ulu hati korban.

Kemudian ketika korban lemas dan tak sadarkan diri, tersangka Tegar memasukkan tangannya ke dalam mulut korban namun nyatanya korban malah meninggal dunia.

“Kami menyimpulkan tersangka tunggal di dalam proses atau peristiwa pidana ini yaitu saudara TRS, salah satu taruna STIP tingkat 2,” kata Gidion dalam konferensi pers di Mapolres Metro Jakarta Utara, Sabtu (4/5/2024) malam.

Motif Penganiayaan

Diketahui, Putu Satria meregang nyawa usai dianiaya di dalam toilet koridor kelas KALK C, lantai 2 gedung STIP Jakarta, Jumat pagi sekitar pukul 8.00 WIB.
Penganiayaan ini terjadi ketika korban dan empat rekan seangkatan lainnya sedang mengecek salah satu ruang kelas.

Berdasar kronologi kejadian, saat turun ke lantai 2 rombongan korban dipanggil oleh tersangka yang saat itu juga sedang bersama-sama dengan empat orang lainnya yang merupakan taruna tingkat 2 STIP Jakarta.

Saat itu tersangka menanyakan alasan korban dan empat teman seangkatannya mengenakan baju olahraga.

Tersangka lalu meminta lima juniornya itu untuk masuk ke dalam toilet dan berbaris.

Putu Satria menjadi orang pertama yang maju ke hadapan Tegar karena dianggap dirinya paling kuat.

Putu Satria pun hanya bisa berdiri ketika Tegar melakukan pemukulan sebanyak lima kali ke bagian ulu hatinya, di dalam toilet kampus tersebut.

Usai tak sadarkan diri, korban kemudian dibopong ke klinik kampus dan akhirnya dinyatakan tutup usia.

Hasil Autopsi

Berdasarkan hasil autopsi, Putu Satria mengalami luka di bagian ulu hati korban yang menyebabkan pecahnya jaringan paru-paru.

Kemudian, polisi juga mendapati bahwa penyebab hilangnya nyawa korban yang paling utama adalah upaya pertolongan yang tidak sesuai prosedur dilakukan oleh tersangka.

“Ketika dilakukan upaya, menurut tersangka ini adalah penyelamatan, di bagian mulut, sehingga itu menutup oksigen, saluran pernapasan, kemudian mengakibatkan organ vital tidak mendapat asupan oksigen sehingga menyebabkan kematian,” jelas Gidion.

“Jadi luka yang di paru itu mempercepat proses kematian, sementara yang menyebabkan kematiannya justru setelah melihat korban pingsan atau tidak berdaya, sehingga panik kemudian dilakukan upaya-upaya penyelamatan yang tidak sesuai prosedur,” papar Gidion.(**)

Kuasa Hukum Keluarga Taruna STIP yang Tewas Sebut Ada Luka Lebam di Tubuh Korban

Kuasa hukum keluarga Putu Satria Ananta Rastika (19), taruna Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Jakarta yang tewas karena diduga dianiaya seniornya, menyebut ada luka lebam dan memar pada tubuh korban.

Tumbur Aritonang selaku kuasa hukum keluarga Putu, mengatakan sempat bertemu dan berbincang dengan tante korban. Dalam pertemuan itu, tante korban menunjukkan video kondisi tubuh Putu.

“Kami tadi ngobrol sama tante korban, ditunjukkan sama beliau video memang ada luka-luka memar, lebam,” ucapnya di Rumah Sakit Polri Kramatjati, Jakarta, Sabtu (4/5/2024), dikutip dari laporan jurnalis Kompas TV, Taufik Riyady dan Doyong.

Menurutnya, berdasarkan rekaman video tersebut, luka lebam ditemukan di sejumlah bagian tubuh. Namun ia mengaku belum bisa memastikan penyebab luka lebam itu.

“Perut kanan, perut kiri, terus punggung di sini ada merah-merah. Saya nggak tahu ini dipukul atau dipegang,” tambahnya.

Sementara Rumah Sakit Polri Kramatjati telah menyerahkan jenazah Putu kepada pihak keluarga pada Sabtu (4/5/2024) malam.

Berdasarkan pantauan dari YouTube Kompas TV, sejumlah orang terlihat menunggu jenazah Putu diserahkan kepada keluarga.

Tampak seorang perempuan bermasker dan berkacamata memegang bingkai foto korban. Ia kemudian menyerahkan foto korban kepada seorang perempuan lain yang berkemeja hitam.

Di sisi kiri terlihat seorang ibu paruh baya memegang nampan berisi bunga. Beberapa pemuda berambut cepak juga tampak menunggu jenazah dikeluarkan.

Beberapa pemuda lain yang juga berambut cepak kemudian mendorong peti jenazah korban keluar dari rumah sakit.

Perempuan paruh baya yang memegang nampan tersebut kemudian meletakkan bunga di depan peti jenazah.

Selanjutnya sejumlah pemuda berambut cepak tadi mengangkat peti jenazah korban, sedangkan perempuan yang memegang foto berdiri di depan peti. Lalu mereka berjalan keluar.

Suara isak dan tangis perempuan terdengar samar di antara rapal doa dengan bahasa daerah yang terucap mengiringi keberangkatan jenazah.

Sebelumnya Kompas.TV memberitakan, polisi melakukan gelar perkara kasus kematian Putu Satria Ananta Rastika pada Sabtu (4/5/2024).

Putu merupakan taruna STIP Jakarta yang meninggal dunia setelah diduga dianiaya seniornya pada Jumat (3/5/2024).

“Iya (sedang gelar perkara),” tutur Kepala Kepolisan Resor (Kapolres) Metro Jakarta Utara Kombes Pol Gidion Arif Setyawan saat dikonfirmasi Kompas.com, Sabtu.

Ia menjelaskan pelaksanaan gelar perkara tersebut masih berlangsung hingga Sabtu sore, dan dilaksanakan secara tertutup. Hanya penyidik, pelapor, dan terlapor yang boleh mengikuti gelar perkara.

“Saat ini masih berlangsung,” tambahnya.

Gelar perkara tersebut dilakukan untuk menentukan status hukum terduga pelaku. Jika berdasarkan hasil gelar perkara dinyatakan terduga pelaku bersalah, statusnya akan ditingkatkan dari saksi terlapor menjadi tersangka.(**)

Ketua STIP Jakarta Bantah Ada Perpeloncoan hingga Mahasiswanya Tewas: Dihapus Sejak Saya Menjabat

Pernyataan di atas disampaikan Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran atau STIP Jakarta Ahmad Wahid.

Ahmad Wahid, Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP Jakarta) mengklaim kasus penganiayaan mahasiswa tingkat 2 terhadap juniornya, Jumat (3/5/2024) lalu, di luar kuasanya.

Menurut Ahmad, penganiayaan yang dilakukan terduga pelaku Tegar Rafi Sanjaya (21) terhadap korban Putu Satria Ananta Rustika (19) adalah masalah pribadi antarkeduanya.

Sebelumnya, Putu Satria meninggal dunia diduga karena dianiaya seniornya.

Peristiwa terjadi di dalam lingkungan STIP Jakarta, Cilincing, Jakarta Utara.

“Budaya itu (perpeloncoan) sudah kami hilangkan, jadi ini murni person to person (orang ke orang),” ujar Ahmad Wahid di lokasi kejadian.

Selama dirinya menjabat Ketua STIP Jakarta setahun terakhir, Ahmad Wahid menggaransi perpeloncoan senior ke junior sudah dihapus.

Ia berdalih kasus dugaan penganiayaan yang dilakukan senior terhadap korban Putu Satria dipicu masalah pribadi.

“Karena itu (perpeloncoan) penyakit turun temurun. Saya sendiri sudah setahun di sini, saya hapus semua itu, enggak ada,” ucap Ahmad yang menegaskan bakal memberi sanksi tegas terhadap terduga pelaku apabila terbukti bersalah.

“Yang jelas terduga pelaku sanksinya kami keluarkan sesuai tata tertib taruna yang berlaku. Misalnya bersalah karena kekerasan, seandainya terbukti, akan kami berikan sanksi,” tegasnya.

Kesaksian teman korban

Diberitakan sebelumnya, Putu Satria meninggal dunia usai dianiaya di dalam toilet koridor kelas KALK C, lantai 2 gedung STIP Jakarta, Cilincing, Jakarta Utara, Jumat (3/5/2024), pagi.

Penganiayaan ini diungkapkan teman satu angkatan korban yang menyaksikan langsung pemukulan terhadap Putu Satria oleh seniornya sekaligus terduga pelaku, Tegar Rafi Sanjaya (21), yang kini sudah diamankan polisi.

Teman korban, kita sebut saja A, menuturkan penganiayaan terjadi ketika dirinya bersama korban dan tiga rekan seangkatan lainnya sedang mengecek salah satu ruang kelas pada Jumat pagi.

“Kemudian kami turun ke lantai 2, kemudian kami dipanggil sama senior tingkat 2 yang bernama Tegar dan teman-temannya,” ucap A, Sabtu (4/5/2024).

Saat itu terduga pelaku menanyakan alasan korban dan empat teman seangkatannya mengenakan baju olahraga.

Terduga pelaku lalu meminta lima juniornya itu untuk masuk ke dalam toilet dan berbaris.

“Tegar nanya siapa yang menyuruh pakai baju olahraga, kemudian saya dan teman-teman saya lima orang diajak ke kamar mandi. Kami berlima disuruh baris, paling pertama korban, kemudian berderet teman-teman lain,” ujar A.

A yang menyaksikan pemukulan ini melihat jelas bagaimana korban dipukul sebanyak lima kali oleh terduga pelaku Tegar.

Tegar memukuli Putu Satria lima kali di bagian ulu hatinya.

Hal itu membuat Putu Satria lemas dan langsung terkapar.

“Setelah itu kami disuruh pergi meninggalkan kamar mandi, langsung mengikuti kegiatan,” ucap A.

Sementara Kapolres Metro Jakarta Utara Kombes Pol Gidion Arif Setyawan mengatakan pihaknya tengah melakukan penyelidikan mendalam untuk menetapkan tersangka di balik dugaan perpeloncoan ini.

“Sementara masih dalam pemeriksaan nanti ada mengerucut untuk mengarah kepada siapa yang melakukan kekerasan secara eksesif kepada korban,” sambung Kapolres.

Dugaan penganiayaan ini diduga dilakukan oknum senior tingkat 2, di dalam toilet pria yang berada dekat salah satu ruang kelas.

Usai tak sadarkan diri, korban kemudian dibopong ke klinik kampus dan akhirnya dinyatakan tutup usia.

“Pada saat diperiksa oleh klinik kesehatan sekolah setempat sudah tidak dalam kondisi tidak bernadi dan mungkin tanda-tanda hilangnya nyawa,” jelasnya.

Gidion mengatakan, peristiwa saat korban dibopong dari dalam kamar mandi terekam jelas di CCTV yang terpasang di dekat pintu toilet tersebut.

Polisi juga sudah mengumpulkan rekaman CCTV itu untuk mendalami kasus tewasnya Putu Satria.

“Saya rasa CCTV cukup clear untuk menceritakan rangkaian peristiwa itu, karena kegiatan ada di kamar mandi, ini kegiatan yang memang tidak dilakukan secara resmi oleh lembaga, ini kegiatan perorangan mereka, jadi tidak dilakukan secara terstruktur ataupun kurikulum ya,” papar Kapolres.

Gidion mengatakan, korban merupakan mahasiswa tingkat 1 sementara seniornya di tingkat 2.

Kasus dugaan perpeloncoan maut ini awalnya diketahui setelah ada laporan bahwa korban dilarikan ke RS Tarumajaya, Kabupaten Bekasi.

Korban kemudian diperiksa dan ternyata diduga tewas akibat mengalami kekerasan fisik di dalam kampus STIP Jakarta, Cilincing, Jakarta Utara.

Saat ini, polisi sudah memasang garis polisi di toilet pria tempat korban terakhir kali ditemukan tak sadarkan diri.