Perludem Tegur Jokowi, Diminta Pelajari Lagi UU Pemilu Secara Utuh

826 views


Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menyoroti pernyataan Presiden Joko Widodo soal tidak ada larangan seorang kepala negara memihak terhadap calon tertentu dalam pemilu.

Direktur Eksekutif Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati menilai dari pernyataan tersebut Jokowi hanya membaca Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu secara sepotong-sepotong, yakni hanya pada pasal 281, 299, dan 300, tanpa melihat konstruksi hukum kepemiluan secara utuh.

Padahal, kata Khoirunnisa, pasal-pasal itu mengatur bahwa presiden dan wakil presiden memang berhak berkampanye dengan tetap memperhatikan tugas-tugas pemerintahan, asal menjalani cuti di luar tanggungan negara serta tidak menggunakan fasilitas jabatan.

Kemudian, pada pasal 282, undang-undang yang sama melarang pejabat negara, pejabat struktural, dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri, serta kepala desa membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu selama masa kampanye.

Dia juga menjelaskan Pasal 283, UU Pemilu juga melarang para pejabat negara hingga ASN untuk melakukan kegiatan yang berpihak pada peserta pemilu tertentu, baik sebelum, saat, dan setelah kampanye.

“Dalam konteks ini, Presiden Jokowi dan seluruh menterinya jelas adalah pejabat negara. Sehingga ada batasan bagi presiden dan pejabat negara lain, termasuk menteri untuk tidak melakukan tindakan atau membuat keputusan yang menguntungkan peserta pemilu tertentu, apalagi dilakukan di dalam masa kampanye,” terang Khoirunnisa, Rabu (21/1).

Oleh karena itu, pernyataan Jokowi dinilai dangkal dan berpotensi menjadi pembenaran bagi presiden, menteri, dan seluruh pejabat yang ada di bawahnya, untuk aktif berkampanye dan menunjukkan keberpihakan di dalam Pemilu 2024.
“Apalagi, Presiden Jokowi jelas punya konflik kepentingan langsung dengan pemenangan Pemilu 2024, sebab, anak kandungnya Gibran Rakabuming Raka adalah calon wakil presiden nomor urut 2, mendampingi Prabowo Subianto,” kata Khoirunnisa Nur Agustyati.

Perludem menegaskan netralitas aparatur negara merupakan salah satu kunci mewujudkan penyelenggaraan pemilu yang jujur, adil, dan demokratis.

Dia juga menyebutkan jika tindakan presiden, apapun itu bentuknya dilakukan tidak dalam keadaan cuti, tetapi menguntungkan peserta pemilu tertentu jelas adalah pelanggaran pemilu.

“Termasuk juga tindakan menteri, yang melakukan tindakan tertentu yang menguntungkan peserta pemilu tertentu,” ungkapnya.

Perludem pun mendesak Jokowi untuk menarik pernyataan terkait kampanye tersebut.

“Pernyataan itu berpotensi menjadi alasan pembenar untuk pejabat negara dan seluruh aparatur negara untuk menunjukkan keberpihakan politik di dalam penyelenggaraan pemilu,” kata Khoirunnisa.

Pernyataan Jokowi itu juga berpotensi membuat proses penyelenggaraan pemilu dipenuhi dengan kecurangan, dan menimbulkan penyelenggaraan pemilu yang tidak fair dan tidak demokratis.

Perludem juga mendesak Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk secara tegas dan bertanggungjawab menyelesaikan dan menindak seluruh bentuk ketidaknetralan dan keberpihakan aparatur negara dan pejabat negara.

“Kerangka hukum di dalam UU Pemilu dapat disimpulkan ingin memastikan semua pejabat negara yang punya akses terhadap program, anggaran, dan fasilitas negara untuk tidak menyalahgunakan jabatannya dengan menguntungkan peserta pemilu tertentu,” pungkas Khoirunnisa.

Jokowi Sebut Presiden Boleh Ikut Kampanye, Ketua KPU Bilang Begini

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asyari buka suara ihwal pernyataan Presiden Joko Widodo alias Jokowi yang mengatakan menteri hingga presiden dapat ikut berkampanye dan memihak.

“Di UU pemilu kan sudah diatur toh. Apa yang disampaikan pak presiden itu menyatakan norma yang ada di UU pemilu,” kata Hasyim saat ditemui di Merlyn Park, Jakarta Pusat, Kamis, 25 Januari 2024.

Presiden Jokowi sebelumnya menukil peraturan UU Pemilu pada Pasal 281 ayat 1. Ia menyebut presiden hingga menteri dapat berkampanye asal tidak menggunakan fasilitas negara. Hal tersebut disampaikan Jokowi saat kunjungan menyerahkan pesawat tempur ke TNI bersama Menteri Pertahanan Prabowo Subianto di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, pada Rabu, 24 Januari 2024.

Ketika ditanyai tanggapannya ihwal ucapan RI itu secara etik, Hasyim enggan komentar. Ia mengatakan untuk melihat saja seperti apa kondisi faktanya di lapangan.

Hasyim pun menyerahkan urusan pengawasan tersebut kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Sebab, Bawaslu adalah lembaga yang mengawasi proses berjalannya pemilu.

“Beliau kan menyampaikan pasal di UU kan enggak masalah, wong menyampaikan pasal di UU menyampaikan aja toh. Nah soal nanti bagaimana lapangan, faktanya memihak atau enggak, menggunakan fasilitas negara atau tidak itu kan ada lembaga yang mengawasi kegiatan kampanye itu,” kata Hasyim.

Hal senada diucapkan Hasyim ketika ditanyai bagaimana KPU mengawasi Presiden tidak menggunakan fasilitas negara dalam berkampanye, ia hanya mengembalikannya ke Bawaslu. “Yang menjalankan tugas dan wewenang pengawasan Bawaslu,” kata dia.

Pernyataan Jokowi itu pun menuai banyak komentar, mulai dari potensi ketidaknetralitasan hingga potensi kecurangan pemilu. Adapun pihak Istana menepis isu Jokowi berpihak di pemilihan presiden atau Pilpres 2024. Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana mengatakan menjelang Pemilu, Presiden Jokowi tetap fokus bekerja. Ia juga mengatakan ucapan Jokowi soal presiden dapat memihak dan berkampanye itu disalahartikan.

Buntut Ucapan Jokowi soal Presiden Boleh Kampanye, DPR Diminta Ajukan Hak Interpelasi dan Angket

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) diminta untuk mengajukan hak interpelasi dan hak angket untuk investigasi dugaan penyalahgunaan kekuasaan Presiden Jokowi di Pemillu 2024.

Hal tersebut dinilai perlu usai Presiden Jokowi mengatakan seorang Kepala Negara itu boleh berkampanye dan memihak salah satu pasangan calon (paslon) di Pilpres 2024.

Demikian Para Pembelajar dan Pegiat Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara yang bergabung dalam CALS (Constitutional and Administrative Law Society) yang diwakili Bivitri Susanti merespons pernyataan Presiden Jokowi tentang Presiden Berkampanye.

“Kami mendesak, DPR RI mengajukan hak interpelasi dan hak angket kepada Presiden untuk menginvestigasi keterlibatan Presiden dan penggunaan kekuasaan Presiden dalam pemenangan salah satu kandidat pada Pemilu 2024,” ucap Bivitri mewakil CALS.

“Seluruh penyelenggara negara (presiden, menteri, gubernur, bupati, walikota) untuk tidak berlindung di balik pasal-pasal dan mengesampingkan etik. Mundur dari jabatan jauh lebih etis dan terhormat dalam situasi politik yang sangat tidak demokratis hari-hari ini.”

Dalam keterangannya, Bivitri juga meminta Bawaslu untuk menjalankan tugasnya dengan baik terkait dugaan kecurangan pemilu.

“Kami mendesak, Bawaslu menjalankan tugasnya dengan baik dan bersiap-siap untuk menelaah dan memperjelas indikasi kecurangan yang bersifat TSM untuk mengantisipasi sengketa pemilu dan sengketa hasil pemilihan umum,” ujar Bivitri.

Di sisi lain, Bivitri meminta Mahkamah Konstitusi mulai melakukan telaah mengenai perannya dalam menyelesaikan sengketa hasil pemilu nanti.

“Dalam kaitannya dengan kecurangan yang bersifat TSM, dengan melihat konteks penyalahgunaan jabatan (berikut kebijakan dan anggaran) yang semakin terlihat indikasinya pada Pemilu 2024 ini,” kata Bivitri.

Dalam keterangannya, Bivitri juga mendesak Presiden Jokowi untuk mencabut pernyataannya tentang kebolehan berkampanye dan memperhatikan kepatutan dalam semua tindakan dan ucapannya, dengan mengingat kapasitas jabatannya sebagai presiden.

Tidak hanya itu, Presiden Jokowi juga diminta untuk menghentikan semua tindakan jabatan dirinya maupun menteri-menterinya, yang telah dilakukan selama ini yang berdampak menguntungkan pasangan calon presiden.

Penjelasan Istana
Koordinator Staf Khusus Presiden, Ari Dwipayana menilai pernyataan Presiden Jokowi soal kepala negara boleh ikut kampanye dan memihak di Pilpres 2024 sudah disalahartikan.

Ari menuturkan apa yang disampaikan Presiden Jokowi adalah jawaban untuk pertanyaan media tentang apakah boleh menteri ikut menjadi tim sukses pasangan calon di Pilpres 2024.

“Pernyataan Bapak Presiden di Halim, Rabu 24/01/2024, telah banyak disalahartikan. Apa yang disampaikan oleh Presiden dalam konteks menjawab pertanyaan media tentang Menteri yang ikut tim sukses,” kata Ari.

“Dalam merespon pertanyaan itu, Bapak Presiden memberikan penjelasan terutama terkait aturan main dalam berdemokrasi bagi Menteri maupun Presiden.”

Dalam pandangan Presiden, sebagaimana diatur dalam pasal 281, UU no. 7 tahun 2017 tentang Pemilu, bahwa Kampanye Pemilu boleh mengikutsertakan Presiden, Wakil Presiden, Menteri, dan juga Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Artinya, Presiden boleh berkampanye. Ini jelas ditegaskan dalam UU.

“Tapi, memang ada syaratnya jika Presiden ikut berkampanye. Pertama, tidak menggunakan fasilitas dalam jabatannya, kecuali fasilitas pengamanan bagi pejabat negara sesuai aturan yang berlaku. Dan kedua, menjalani cuti di luar tanggungan negara,” kata Ari.