Wawancara Film Dokumenter Kopi Sianida Jessica Wongso di Netflix Dilarang,Kemenkumham Buka Suara


Sesi wawancara di film dokumenter kopi sianida Jessica Wongso di Netflix yang disetop pihak lapas jadi sorotan.

Kementerian Hukum dan HAM pun buka suara mengenai hal tersebut.

Kemenkumham menyebut sesi wawancara di film dokumenter kopi sianida terhadap Jessica Wongso di Netflix tersebut dilarang karena tak berizin.

Sebelumnya, adegan wawacara terhadap Jessica Wongso dalam film dokumenter berjudul Ice Cold: Murder, Coffee and Jessica Wongso yang tayang Netflix mengundang perhatian warganet di media sosial.

Adegan itu, yakni larangan Jessica Wongso melakukan wawancara dengan kru film tersebut.

Untuk diketahui, saat ini Jessica tengah menjalani separuh dari masa hukumannya atas kasus yang menjeratnya di Lapas Kelas IIA Pondok Bambu, Kalapas, Jakarta.

“Sayang banget Jessica Wongso ga dibolehin buat di wawancara,” tulis akun @oct***.

“Jessica Wongso gaboleh diwawancara aja udah bikin bingung, padahal sekelas teroris aja boleh dan bisa di wawancara, yaa mungkin ga jauh jauh karena bisa menggiring opini publik atas kasus ini mengingat atensi publik terhadap kasus ini lumayan besar,” ungkap @liam********.

Lantas, mengapa Jessica Wongso dilarang melaluikan wawancara dengan kru film dokumenter yang tayang di Netflix?

Penjelasan Kemenkumham

Kabag Humas dan Protokol Ditjen Pemasyarakatan (Pas) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), Rika Aprianti mengatakan, wawancara kepada narapidana hanya dizinkan selama berkaitan dengan pembinaan sebagaimana diatur dalam peraturan liputan di Lembaga Pemasyarakatan.

Rika menyinggung soal izin peliputan kru film dokumenter Netflix yang ingin melakukan wawancara dengan Jessica Wongso.

“Tidak ada izin terkait itu,” kata dia saat dikonfirmasi Kompas.com, Sabtu (30/9/2023).

Menurutnya, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan tidak menerima surat izin peliputan tersebut. “Tidak ada izin liputan,” tegas dia lagi.

Rika mengatakan, peliputan itu dilakukan pada masa pandemi Covid-19.

“Saat itu juga sedang pandemi Covid-19,” ungkapnya.

Namun, dia tidak mengungkapkan lebih lanjut apan waktu tepatnya.

Dia hanya mengatakan, selama pandemi Covid-19, pihaknya menerapkan pembatasan peliputan termasuk kunjungan keluarga terhadap narapidana yang hanya bisa dilakukan secara virtual.

Sesi wawancara disetop Dalam salah satu adegan lain, Jessica Wongso sempat melakukan wawancara secara online.

Namun, di menit ke-32, sesi wawancara itu sempat disetop.

Penjaga lapas mengatakan bahwa Jessica telah berbicara terlalu jauh soal kasusnya.

Pihak berwenang juga disebut memblokir semua wawancara yang ditujukan dengan Jessica untuk kepentingan film dokumenter Ice Cold: Murder, Coffee and Jessica Wongso.

Film berdurasi 1,5 jam itu kembali menguak kasus kematian Waya Mirna Salihin usai menegak kopi sianida di Kafe Oliver pada 2016 silam.

Dalam kasus tersebut, Jessica ditetapkan sebagai tersangka pembunuh Mirna sehingga harus menjalani serangkaian persidangan.

Pada 27 Oktober 2016, hakim memutuskan Jessica terbukti bersalah dan divonis hukuman 20 tahun penjara.

Aturan izin peliputan narapidana

Izin peliputan narapidana telah diatur dalam UU Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan dan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Selain itu, prosedur perizinan peliputan narapidana oleh pers juga tertulis dalam Permenkumham RI Nomor M.HH01.IN.04.03 Tahun 2011 tentang Pengelolaan dan Pelayanan Informasi dan Dokumentasi pada Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Kanwil Kemenkumham, dan UPT Pemasyarakatan dan Permenkumham No. 41 Tahun 2021 tentang Organisasi Tata Kerja Kementerian Hukum dan HAM RI.

Dilansir dari laman Kantor Kemenkumham Jawa Timur, media massa wajib menyampaikan permohonan izin peliputan kepada Dirjen Pemasyarakatan Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM apabila ingin melakukan wawancara dengan narapidana.

Permohonan peliputan dilakukan secara tertulis dan harus diajukan paling lambat satu minggu sebelum melaksanakan peliputan.

Nantinya, media massa akan mendapatkan keputusan izin peliputan melalui Direktorat Infokom/Kepala Divisi Pemasyarakatan.

Dilansir dari laman Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kemenkumham, terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi saat ingin melakukan izin peliputan, di antaranya:

  • Setiap Lembaga/Instansi/Perorangan telah mengirimkan surat resmi kepada Direktorat Jenderal
  • Pemasyarakatan terkait permintaan data yang dibutuhkan.
  • Permohonan liputan diajukan 1 minggu sebelum pelaksanaan liputan.
  • Adanya permohonan izin peliputan dari media massa secara tertulis.
  • Permohonan memuat: identitas pemohon, penanggung jawab peliputan, maksud dan tujuan peliputan, waktu peliputan, lokasi peliputan. Identitas wartawan/jurnalis yang akan meliput.
  • Jangka waktu penyelesaian perizinan tersebut dilakukan sesuai dengan disposisi dari pimpinan.
  • Sesi wawancara dengan narapidana itu bisa dilakukan tanpa dipungut biaya alias gratis. (*)

Nasib Jessica Wongso Sekarang Disorot, Film Dokumenter Sianida Dinilai Giring Opini Tak Bersalah

Nasib Jessica Wongso sekarang disorot usai film dokumenter Ice Cold: Murder, Coffee and Jessica Wongso tayang di Netflix.

Apalagi film dokumenter sianida tersebut dinilai menggiring opini publik bahwa Jessica Wongso tak bersalah.

Di film dokumenter tersebut, Jessica Wongso mengungkapkan bahwa dirinya sekarang sangat trauma dan berjuang agar tetap waras.

Kabar Jessica Wongso sekarang ini terungkap setelah film kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin tahun 2016 lalu itu tayang di Netflix.

Seperti diketahui, kasus yang terkenal dengan kopi sianida tersebut dengan terdakwa Jessica Kumala Wongso sempat menghebohkan publik kala itu.

Semua media massa bahkan media sosial menyoroti kasus tersebut.

Agenda persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pun digelar hingga dinihari.

Tribun berkesempatan menonton film dokumenter tersebut melalui Netflix.

Tayangan diawali dengan obrolan ayah dari mendiang Wayan Mirna Salihin, Darmawan Salihin yang diwawancarai di sebuah ruangan kerja dengan sofa kulit mewah.

Sang pewawancara saat itu menanyakan apakah Darmawan membawa pistol?

Kemudian langsung dijawab Darmawan, “Sudah dikunci aman, ” kata Darmawan.

Pewawancara kemudian memastikan kembali dirinya aman dan lagi-lagi meminta Darmawan untuk mengeluarkan pistol dan meletakkannya di tempat aman.

“Tidak perlu sudah saya kunci aman, ” ujarnya.

Wawancara Disetop
Dalam film dokumenter Ice Cold: Murder, Coffee and Jessica tersebut ada salah satu scene menarik.

Dimana kala itu sangat pewawancara dari pihak pembuat film dokumenter Netflix hendak melakukan wawancara dengan Jessica yang ada di Rutan Pondok Bambu, Jakarta Timur.

Wawancara memang sempat dilakukan melalui daring.

Jessica saat itu digiring oleh dua orang petugas ke sebuah ruangan yang sudah disiapkan fasilitas komunikasi via daring.

Berpakaian serba hitam dengan rambut dikuncir Jessica kemudian berbicara.

Dalam pembicaraan Jessica mengakui mengalami hal yang sangat sulit setiap harinya.

Ia juga menyalahkan media massa saat itu yang dianggapnya hanya mengeruk keuntungan melalui klik dan jumlah oplah serta share rating dari dirinya tanpa mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.

“Begitu sulit untuk tetap waras setiap harinya. Jika kau tanya soal trauma ya aku sangat trauma oleh peristiwa ini dan semua media juga cara mereka mencetak sesuatu di atas kertas dan itu sepenuhnya salah. Mereka hanya ingin mencoba mencari tahu kehidupanku dan mengarang cerita. Mereka tampak menikmati dan menghasilkan uang dari itu,” ujar Jessica.

Jessica juga terlihat sangat kesal saat diwawancara dan hendak membicarakan sesuatu.

Namun ketika Jessica sampai kepada pernyataan bahwa apabila media massa tidak tertarik kepada dirinya saat itu mungkin ceritanya akan berbeda.

“Jika media saat itu tidak tertarik kepadaku. Apakah akan berbeda ceritanya?, ” ujar Jessica.

Setelah pernyataan tersebut petugas lapas pria Pondok Bambu kemudian memotong pembicaraan.

Petugas lapas tersebut menyebut pernyataan Jessica terlalu jauh rekaman komunikasi pun langsung dimatikan begitu saja dan pewawancara sangat kecewa saat itu.

“Maaf Jessica saya minta maaf mungkin ini sudah terlalu dalam,” ujar Petugas Lapas Pondok Bambu sembari mematikan akses komunikasi aplikasi daring.

Tak lama kemudian muncul keterangan bahwa pihak berwenang memblokir semua wawancara dengan Jessica Kumala Wongso.

Akhirnya tim pembuat film dokumenter tersebut mengandalkan isi dari tulisan Jessica di buku harian yang selalu ditulisnya.

Hingga berita ini diturunkan belum ada penjelasan dari pihak Lapas Pondok Bambu, Jakarta Timur mengenai larangan wawancara tersebut.

Dinilai Giring Opini Jessica Wongso Tak Bersalah
Dikutip dari Tribunnews, penayangan film dokumenter bertajuk “Ice Cold: Murder, Coffee and Jessica Wongso” tayang di Netflix menyita perhatian.

Apalagi Netflix dalam promosinya di Instagram menyebut film tersebut membahas berbagai pertanyaan tak terjawab seputar kasus kopi sianida yang membuat Jessica Wongso divonis 20 tahun penjara meski kukuh merasa tak bersalah.

Flyer film dokumenter Ice Cold: Murder, Coffee and Jessica Wongso di akun Instagram Netflix Indonesia langsung diserbu netizen dengan berbagai komentar.

Sebagian netizen dalam komentarnya meyakini Jessica Wongso tak bersalah.

“Jesicca salah satu korban atas asas dugaan tak bersalah atas hukum di indonesia,” tulis @ichalmuhamm****.

“Gw ga percaya Jessica bersalah..dia ditempat dan waktu yang salah.. ,” tulis @darmastuti****.

Ada pula yang menyoroti kualitas film dokumenter tersebut mengecewakan karena tidak berimbang, seperti disampaikan seorang netizen dengan akun @firaawi****.

“Sudah nonton banyak bgt dokumenter netflix dan baru kali ini kecewa dengan dokumenter netflix padahal uda ditunggu2 dari mulai iklannya muncul,” tulisnya.

Menurut dia, dokumenter ini lebih kepada ingin menggiring opini kalau jessica tidak bersalah sehingga tidak berimbang.

“Saksi saksi kunci tidak dihadirkan seperti temennya mirna (hani) dan suami mirna yang jelas jelas ada di tkp pada saat itu. Malah yang diwawancara temennya yg tidak ada disitu,” sambungnya.

“Banyak bgt bukti yg tidak di kupas disini seperti celana jins yang hilang, kebohongan kebohongan jessica, atau memang kenyataan pacar jessica dan rekan kerja jessica pernah meminta aparat kepolisian Australia menjauhkan mreka dari Jessica Kumala Wongso,” lanjut dia.

“Lebih seru nonton lg di yutub cuplikan sidang sidangnya dan wawancara para saksi dibanding nonton dokumenter ini,” tulis @firaawi****.

Hal senada juga disampaikan oleh akun @m_erv****.

“Dokumenternya bagus, tapi menurutku banyak yg kurang. Soalnya suami Mirna ngga diwawancara sama temennya Jessica & Mirna yg dulu ada di TKP juga ngga ada. Banyak menyoroti kejanggalan di kasus itu dari sudut pandang dari pihak Jessica,” tulisnya di kolom komentar.

Ada pula komentar netizen di luar konteks yang menyinggung karma terhadap aparat yang menangani kasus tersebut karena kariernya mandek.

Tak sedikit juga yang penasaran kenapa di film dokumenter tersebut Jessica Wongso tidak boleh diwawancara hingga menimbulkan kecurigaan.

Sebagian lagi, netizen berlagak detektif yang memaparkan kejanggalan-kejanggalan dalam kasus tersebut.

Bahkan ada yang salfok dengan satu adegan di film dokumenter tersebut yang melibatkan Marcella Zalianty.

“Pertanyaannya adalah: gunanya Marcella Zalianty buat apa sih min? Dandan dari mulai ampe kelar cuma buat bilang “Welcome to sinetron sianida”. Like…????” tulis @coconutredbean*****.

Terlepas dari komentar netizen, Jessica Wongso sejak ditetapkan tersangka ditahan dan menjalani proses persidangan hingga akhir, yakin tak bersalah atas kematian Mirna Salihin.

Bahkan setelah divonis 20 tahun penjara dan menjalani masa hukumannya di balik jeruji, ia terus melakukan upaya hukum hingga ke tingkat Mahkamah Agung.

Namun, upaya banding Jessica sama sekali tak membuahkan hasil. Vonis 20 tahun yang diputus hakim di PN Jakarta Pusat, tidak berubah di jenjang peradilan selanjutnya.

Pada 7 Maret 2017, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta mengeluarkan putusan bernomor 393/PID/2016/PT.DKI Tahun 2017.

Melalui putusan tersebut, hakim Elang Prakoso Wibowo, Sri Anggarwati, dan Pramodana Atmadja menguatkan putusan PN Jakarta Pusat yang menjatuhkan vonis 20 tahun.

Tahu bandingnya ditolak, Jessica melakukan upaya hukum berikutnya dengan mengajukan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung (MA).

Tapi, permohonan kasasi Jessica dengan nomor register 498K/Pid/2017 juga ditolak MA pada 21 Juni 2017.

Jessica Wongso kemudian mengajukan upaya hukum luar biasa berupa Peninjauan Kembali (PK) dengan nomor register 69 PK/PID/2018.

Namun, lagi-lagi, upaya hukum yang diajukan Jessica ditolak MA pada 3 Desember 2018.

Jessica Wongso pun mendekam di Rutan Pondok Bambu, Jakarta Timur, untuk menjalani vonis hukuman 20 tahun penjara.